Rumah Mbah Maridjan di Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, luluh lantak disiram debu panas vulkanik pada erupsi Merapi pertama, 26 Oktober 2010. Dusun asri sang juru kunci nyaris rata dengan tanah. Tak ada bangunan tersisa, kecuali masjid kampung yang masih berdiri.
Kini, saat Merapi berangsur tenang, Umbulharjo jadi daya tarik wisawatawan. Orang-orang yang penasaran ingin pergi ke sana, menengok kampung halaman Mbah Maridjan.
Namun, itu tak gratis. Pengunjung mengaku harus membayar Rp200 ribu kepada warga Desa Umbulharjo yang mereka sebut sebagai "biaya pengawalan". Dengan imbalan sebesar itu, pengunjung akan diantar sampai rumah si Mbah.
"Saya membayar Rp200 ribu agar dikawal oleh warga. Kalau tidak bayar saya tidak bisa masuk ke desa Umbulharjo," ujar Mas'ud Falavi (32), warga Bantul, DIY, Jumat, 26 November 2010.
Diceritakan dia, saat mencoba masuk ke Umbulharjo, ia mendapati akses jalan ditutup petugas dan masyarakat. Tak boleh ada yang masuk. "Saat saya berhenti ada warga yang datang dan menawari jasa pengawalan namun harus membayar uang Rp200 ribu," kata dia.
Pengawalan konon diperlukan agar pengunjung tak jadi korban penjarahan atau tersesat di antara puing-puing bangunan. Apalagi, tambah dia, "Umbulharjo masih dinyatakan daerah rawan erupsi Merapi."
Tak hanya pengunjung yang ditarik bayaran. Wartawan yang ingin masuk Umbulharjo juga harus menyetor "dana pengawalan" itu.
Permana, salah seorang wartawan media cetak di Yogyakarta mengaku kaget saat dimintai uang. "Baru kali ini, wartawan meliput bencana harus bayar," kata dia.
Bagi Permana, berat untuk menguras kocek sedalam itu. Sebab,"hasil tulisan saya tidak sampai Rp200 ribu, kok saya harus bayar segitu."
Namun, ia tak hilang akal. Dia punya cara lain untuk masuk ke Umbulharjo tanpa harus membayar. "Strateginya ya kita ikut relawan atau SAR, kalau disuruh bayar saya tidak punya duit," tambah dia. (Laporan: Juna Sanbawa, DIY | kd)
desa mbah maridjan, umbulharjo :
No comments:
Post a Comment