Warkop adalah kelompok lawak alternatif yang fenomenal. Berawal dari bergurau di radio, lalu merambah panggung, televisi dan film. Meski tiga pendukungnya, Nanu, Kasino, dan Dono, telah berpulang, Indro yang tersisa bersumpah mempertahankan Warkop hingga titik penghabisan.
Seorang mahasiswa bernama Indro tengah melakukan penyuluhan hukum di depan orang-orang desa. Tiba tiba seorang laki-laki yang diperankan Kasino nyerocos: "Saya nyolong ayam, yang kemudian saya jual Rp 5000. Kena hukuman dua bulan penjara. Tapi di koran ada koruptor 10 milyar dihukum 15 tahun penjara. Nggak adil dong, Pak. Kalau begitu mestinya saya dihukum hanya empat menit. Atau si koruptor 10 milyar harusnya dihukum 333 tahun penjara dong, Pak." Geerrrrr...
Sebuah lawakan perihal korupsi dengan cerdas dibawakan oleh trio Warkop Prambors dalam kaset lawak bertajuk Pengen Melek Hukum (1983). Kelompok lawak yang berasal dari pelataran kampus ini memang seolah tak pernah bosan menyentil masalah korupsi.
Lalu tengoklah lakon Warkop di TVRI pada 6 April 1992. Poltak yang berasal dari Medan, diperankan Indro, marah-marah di depan mesin ATM. Ternyata uang yang keluar tidak sesuai dengan yang diinginkannnya. Dengan logat Batak yang khas, Poltak memaki mesin ATM: ”Baru jadi mesin aja kau udah korupsi. Gimana kalau kau jadi orang?” Pemirsa pun terpingkal dengan guyonan Warkop yang kerap nyentil sana nyentil sini dalam lakon bertajuk "Asam Di Gunung, Garam Di Laut, Ketemu Di Piring Kaleng."
Warung Kopi Prambors yang memulai karier lawak melalui medium radio memang kerap tampil sebagai kelompok lawak alternatif yang bernuansa oposan dan kritik sosial.
Cikal bakal Warung Kopi bermula dari sebuah talk show komedi di Radio Prambors Rasisonia yang mangkal di Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat pada tahun 1973.
Di kampus UI Salemba, nama Kasino sudah mulai mencuat sebagai yellow jacket standing comedian. Gurau canda mahasiswa FISIP bernama Kasino Hadiwibowo kelahiran 15 September 1950 itu sudah terkenal dengan lelucon folklor yang mendapat aplaus meriah dari segenap mahasiswa. Di tahun 1973 itulah mulai menyatu tiga mahasiswa UI yang doyan bercanda, yaitu Rudy Badil, Nanu Mulyono dan Kasino Hadiwibowo. Ketiganya gemar melakukan camping dan naik-turun Gunung Gede dan Gunung Pangrango.
“Gua masih ingat Kasino bersedia mengisi acara malam api unggun di Perkampungan UI di Cibubur bersama grup kecil Mapala UI akhir September 1973. Kami pun mengusulkan agar Kasino berduet dengan Nanu yang memang jago main gitar,” kenang Rudy Badil yang saat itu terdaftar sebagai mahasiswa Antropologi FSUI.
Ternyata penampilan Nanu dan Kasino merebut perhatian Temmy Lesanpura, mahasiswa Ekonomi UI yang jadi panitia inti. Temmy saat itu juga dikenal sebagai salah satu penggagas radio Prambors Rasisonia. Secepat kilat Temmy meminta Rudy Badil agar mengajak Nanu dan Kasino untuk siaran rutin di radio Prambors. ”Saya, Nanu, Kasino serta dua orang Prambors, Mat Noer, Toto dan Djodi Wuryantoro, setiap malam Jumat membawakan acara ngobrol santai dan bercanda. Seputar mahasiswa, pencinta alam serta cerita seram. Terbayang serunya, perpaduan cerita seram dan humor. Bahkan Nanu dan Kasino sudah mulai membuat lagu-lagu parodi,” cerita Rudy Badil. Acara itu lalu diberi nama Om Mamat, yang merupakan akronim dari Obrolan Malam Jumat.
“Sambil mengisi terus acara malam Jumat-an, sekitar tahun 1974 kami namakan wadah obrolan khas mahasiswa di Radio Prambors dengan nama Warung Kopi atau disingkat Warkop,” jelas Rudy Badil. Kenapa pakai nama Warung Kopi? ”Saat di Medan, gue sering lihat para lelaki berkumpul, ngobrol ngalor ngidul di warung kopi. Mereka datang ke warung kopi, pesan secangkir kopi, lalu duduk lama lama dan berdiskusi adu pikiran. Hal yang sama gue lihat di Jakarta, tepatnya di bilangan Tanah Abang. Ada warung tegal dengan kegiatan yang mirip para lelaki di warung kopi, ngobrol tentang apa saja. Lalu gue usul nama Warung Kopi ke Temmy yang orang Prambors,” urai Rudy Badil.
Di tahun 1975 lalu diajaklah Wahjoe Sardono yang kerap dipanggil Dono, mahasiswa Sosiologi FISIP UI yang gemar menulis, untuk ikut dalam siaran Warung Kopi di radio Prambors. Kian lengkaplah keluarga Warung Kopi dengan bergabungnya Dono. Rudy Badil didapuk sebagai Bang Holil pemilik Warung Kopi yang ditemani dua putranya yang sering cekcok, yaitu Acing yang diperankan Kasino dan Tulloh yang diperankan Nanu. Di Warung Kopi itu pun hadir Tagor, kenek bus kota yang diperankan Nanu, serta Koh Acong, orang Cina tetangga warung yang diperankan Kasino. Di situasi lain muncul Mas Bei, orang Jawa yang cerewet dan sok tahu, dan diperankan juga oleh Kasino, yang membawa kenalannya dari Solo bernama Mas Slamet yang doyan berfalsafah dengan bertele-tele, tapi selalu salah kaprah. Untuk meramaikan suasana Warung Kopi, terkadang juga suka hadir Mister James, seorang turis bule yang diperankan Rudy Badil serta waria bernama Tukinah yang diperankan Nanu. Walhasil suasana di Warung Kopi terkesan ramai dengan seliweran para karakternya.
Formasi Warkop Prambors yang mulai mendapat gaji borongan Rp 2500 untuk empat personel semakin komplet saat anak tetangga dekat radio Prambors bernama Indrojoyo Kusumonegoro, mahasiswa Ekonomi Universitas Pancasila, diajak bergabung sebagai keluarga Warung Kopi. Indro didapuk sebagai keponakan Bang Holil yang bernama Buchori atau kerap dipanggil Ubai, berasal dari Purbalingga menuju Jakarta untuk kursus kilat ketik surat. Kehadiran Indro seperti menggenapi formasi Warkop yang sudah ada. Seperti halnya Nanu dan Kasino, Indro pun berbakat musik. Indro bisa meniup suling dan memetik gitar.
Warkop Prambors secara perlahan mulai dikenal luas di Jakarta dan sekitarnya. Kelas mereka sebagai pelawak sering dianggap memberi pesona tersendiri. Warung Kopi seperti perpaduan antara ketenaran mahasiswa UI dengan radio Prambors yang mewakili pergaulan anak muda Menteng. Saat itu ada semacam gengsi tersendiri jika mencerna lawakan Warkop yang memang bernas dan cerdas. ”Guyonan Warkop sering kita sebut bercanda otak. Ya semacam stand up comedy di Amerika begitulah,” timpal Indro.
Konsep humor ala Warung Kopi Prambors memang di luar kelaziman saat itu. Warung Kopi pastinya sangat berbeda dengan berbagai kelompok lawak yang tengah naik daun saat itu seperti Surya Grup, Jayakarta Grup, Pelita Grup dan banyak lagi. Karena konsep lawakan Warkop cenderung lebih konseptual, para pendukung Warkop dipastikan harus rajin mengamati situasi sosial di lingkungan sekitarnya dan lebih tanggap terhadap isu-isu baru yang tengah mencuat ke permukaan. Prasyarat itu ternyata memang dimiliki oleh tiap personel Warkop yang asalnya dari kampus. Mereka acapkali menjadikan headline di media cetak sebagai materi lawakannya. Tak sedikit yang menganggap Warkop terlalu kritis dalam melontarkan gagasan humornya. Teguran hingga pelarangan pun nyaris menghampiri Warkop yang datang dari beberapa kalangan. Di tahun 1979, saat Warkop Prambors menjadi salah pengisi acara dalam Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putera yang berlangsung di Balai Sidang Senayan, sempat ada upaya sensor dari pihak berwajib yang menganggap naskah lawak bertajuk “Arisan” dianggap menyindir kalangan tertentu.
Tapi pamor Warkop kian harum saja, seperti aroma kopi hangat yang baru diseduh. Saat itu Warkop mulai memasang tagline: tertawalah sebelum tertawa itu dilarang. Tagline itu dipasang dalam sampul kaset hingga di credit title film-film Warkop.
Keberhasilan konsep lawakan Warkop di radio kemudian menguak langkah mereka ke bisnis pertunjukan yang bergelimang gemerlap. Warkop lalu mulai tampil di panggung hiburan. Setelah menancapkan nama di panggung pertunjukan, Warkop mulai merambah layar TVRI. ”Saat itu kami diminta Mus Mualim untuk tampil dalam acara Terminal Musikal Tempat Anak Muda Mangkal bersama seluruh orang Prambors dan mahasiswa UI yang diwakili kelompok Chaseiro, tepat acara tahun baru 1 Januari 1978,” kenang Indro yang rambutnya kian plontos itu.
Lalu ke mana Rudy Badil? Ketika Warkop melakukan terobosan di panggung hiburan, Rudy Badil memilih berperan sebagai orang belakang layar. ”Gue pernah coba tampil di panggung dan ternyata demam panggung. Grogi nggak keruan,” aku Rudy Badil yang kemudian menjadi jurnalis di harian Kompas. Kini Rudy Badil lebih banyak menulis berbagai buku setelah pensiun dari Kompas beberapa waktu lalu.
Ketika Warkop tampil dalam Terminal Musikal Tempat Anak Muda Mangkal di TVRI, Rudy Badil malah menjadi asisten sutradara yang mendukung pengarahan Mus Mualim.
Puncak dari keberhasilan Warkop adalah saat mereka ditawari bermain film pada tahun 1979. Antara kurun waktu 1979-1995, Warkop telah menghasilkan sekitar 34 film yang rata-rata meraup laba. Bahkan ketika industri film Indonesia mengalami stagnasi di paruh era ’90-an, Warkop DKI malah berhasil membuat sekitar 200 episode komedi situasi di layar kaca, di antaranya bertajuk Warkop Millenium.
Sayang, satu per satu personel Warkop telah berpulang. Nanu meninggal dunia tahun 1983. Kasino berpulang di tahun 1997 dan Dono meninggal dunia tahun 2001. Warkop kini tinggal Indro sendiri. Indro pun tetap mempertahankan Warung Kopi. ”Hingga saat ini saya tetap mempertahankan Warung Kopi. Saya tak mempunyai keinginan ingin membuat Warkop baru. Warkop masih ada, walaupun tinggal saya sendiri. Warkop akan saya pertahankan hingga titik penghabisan,” ungkap Indro menutup obrolan
No comments:
Post a Comment