Pencarian

Monday, February 14, 2011

Masa Keemasan Inter Milan 1960-an


Inter Milan saat merayakan kemenangan di Piala Interkontinental 1964.

SETELAH delapan tahun sejak 1954 tenggelam tanpa gelar, Inter Milan kembali bangkit di era 1960-an. Kebangkitannya tak main-main. "I Nerazzurri" membawa gaya sepak bola baru. Bertahan dan mengandalkan serangan balik. Gaya yang disebut catenaccio itu bagai badai yang melibas lawan-lawannya. Gelar lokal dan internasional pun langsung diborong.

Bayangkan, hanya dalam empat tahun (1962-1966), "I Nerazzurri" meraup tujuh gelar bergengsi. Di liga lokal, mereka merebut tiga Scudetti (1962-1963, 1964-1965, 1965-1966). Sukses di musim 1965-1966 itu menandai Scudetti ke-10. Artinya, Inter menjadi klub ketiga di Italia yang berhak menyandang tanda bintang emas di kostumnya, setelah Juventus dan AC Milan.

Itu baru gelar lokal. Di tingkat internasional, Inter juga menggila. Di final Piala Champions (sekarang Liga Champions) 1963-1964, Inter mengakhiri hegemoni Real Madrid. Pada partai final di Stadion Prater, Wina (Austria), Sandro Mazzola dkk menghabisi "El Real" 3-1.

Itu gelar internasional pertama Inter sepanjang sejarah. Hebatnya, sukses itu terulang kembali semusim berikutnya. Kali ini, Inter mengalahkan Benfica di partai final Piala Champions. Pada pertandingan di Stadion San Siro itu, Inter menang 1-0 berkat gol Jair menit ke-42.

Sebagai juara Liga Champions, Inter berhak tampil di Piala Interkontinental. Hebatnya, di turnamen itu tahun 1964 dan 1965, Inter tampil sebagai juara. Keduanya lawan Independiente (Argentina).

Itu menjadi masa keemasan Inter dan tak pernah terulang kembali. Saking hebatnya Inter, mereka ditakuti lawan-lawannya, baik di dalam, maupun di luar negeri. Bahkan mereka mendapat julukan baru: "La Grande Inter". Artinya, "The Great Inter" atau "Inter yang Hebat".

Sukses tersebut tak lepas dari dua tokoh penting. Presiden Angelo Moratti (ayah Massimo Moratti) dan pelatih Helenio Herrera. Pada musim 1961-1962, Moratti mengontrak Herrera yang sebelumnya sukses membawa Barcelona juara Divisi Primera La Liga dua kali.

Herrera langsung menggeber revolusi. Dia melakukan kreasi sistem permainan defensif dan mengandalkan serangan balik. Sistem yang kemudian disebut catenaccio atau pertahanan gerendel itu membuat Inter sulit ditaklukkan. Permainannya memang kurang atraktif, tapi sangat efektif.

Gaya itu juga didukung materi pemain yang baik. Di bawah mistar ada Sarti. Di belakang, ada Burgnich yang sering bertindak sebagai sweeper (syarat mutlak catenaccio). Nama-nama lain yang besar adalah Facchetti, Bedin, Guarneri, Picchi, Jair, Mazzola, Milani, Suarez, dan Corso.

“Tak ada masa paling indah buat Inter, kecuali masa kepemimpinan bapak saya (Angelo Moratti) dan kepelatihan Helenio Herrera. Herrera memberikan dedikasi luar biasa. Dia tak hanya membuat bapak saya bahagia, tapi juga seluruh tifosi Inter,” jelas Massimo Morrati, mantan presiden Inter.

“Kami benar-benar menjadi profesional dan disiplin. Bahkan, soal diet pun kami lakukan dengan ketat demi menjaga kualitas permainan kami,” kenang striker Inter masa 1960-an, Sandro Mazzola.

FAKTOR EKONOMI
Berkat sukses Inter tersebut, demam catenaccio mewabah di Italia. Beberapa klub mengikuti gaya permainan Herrera. Tak hanya itu, Timnas Italia pun ikut-ikutan memakainya. Bahkan, sampai kini gaya permainan bertahan itu masih kental dalam sepak bola Italia, meski banyak variasinya. Tak lagi murni catenaccio.

Kesuksesan catenaccio itu bahkan disebut sebagai bagian dari budaya Italia. Dalam buku History of Italian Football, Antonio Papa dan Guido Panico mengatakan, “Itulah kekhasan sepak bola Italia. Catenaccio sudah menjadi ekspresi kultural sepak bola Italia.”
Itu dari segi teknis. Catenaccio memang terbukti membawa kebesaran Inter. Namun, sebenarnya ada kondisi lain yang juga ikut memengaruhi kesuksesan "I Nerazzurri" merengkuh masa keemasannya. Faktor itu tak lain adalah keadaan ekonomi Italia.

Sejarawan dari University College (London), Simon Martin, berpendapat, keajaiban ekonomi di Italia ikut memengaruhi kesuksesan sepak bola, terutama Inter Milan. Pasca-Perang Dunia II, Italia sukses melakukan penyembuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen per tahun antara tahun 1951 dan 1958. Setelah itu cenderung meningkat.

“Maka, bisa dikatakan, sukses catenaccio yang dibawa Inter Milan pada era 1960-an tak lepas dari pengaruh positif keajaiban ekonomi yang terjadi di Italia,” jelas Simon Martin.

Dengan ekonomi yang mapan, kata Martin, orang-orang Italia lebih baik dalam hal gizi. Stamina mereka juga di atas rata-rata. Masyarakat juga bisa membelanjakan uangnya lebih banyak buat olahraga. Ini ada korelasi dengan sepak bola. Sebelum terjadi perbaikan ekonomi, sepak bola Italia melempem. Mereka selalu gagal di penyisihan grup Piala Dunia dari tahun 1950 sampai 1962.

Karena ekonomi pula, Inter bisa mengelola timnya lebih baik. Mereka mampu membeli pemain berbakat, seperti Lusite Suarez dan Jairinho. Selain itu, Inter juga mampu mengorganisasi tifosi dalam jumlah banyak.

Pada final Piala Champions 1963-1964, pejabat Inter mengorganisasi 30.000 Interisti ke Stadion Prater (Austria). Mereka didatangkan untuk mendukung Inter tampil di final lawan Real Madrid. Hasilnya, Inter menghajar Madrid 3-1.

Perkawinan perbaikan ekonomi dan revolusi catenaccio itu menjadi kunci sukses Inter meraih masa keemasannya. Mengangkangi liga lokal dan internasional. (Hery Prasetyo)

Fakta Inter 1960-an
Pelatih : Helenio Herrera.
Skuad : Sarti, Burgnich, Facchetti, Bedin, Guarneri, Picchi, Jair, Milani, Suarez, Corso, Mazzola.
Prestasi : Scudetto (1962-1963, 1964-1965, 1965-1966), Liga Champions (1963-1964, 1964-1965), Piala Interkontinental (1964, 1965).

Revolusi Catenaccio
Sistem permainan catenaccio atau sering disebut pertahanan gerendel, mensyaratkan seorang sweeper. Dia berdiri di depan kiper dan di belakang empat atau 3 bek. Tugasnya menutup lubang pertahanan.

Dengan sistem itu, serangan balik sangat ditekankan. Biasanya dari wing back atau dari tengah. Umpan jarak jauh yang akurat sangat dibutuhkan. Embrio catenaccio diciptakan oleh Karl Rappan, orang Austria yang melatih Timnas Swiss pada 1937-1938.

Gaya sepak bola itu ampuh. Jerman dan Inggris dikalahkan Swiss. Oleh Helenio Herrera, sistem itu dikembangkan. Polanya terkadang 5-3-2, 1-4-3-2, atau 4-2-4. Bedanya, sweeper tak hanya bertahan di belakang para bek, tapi juga menempel pemain lawan yang berbahaya. Terkadang ikut membantu serangan. (*)

Inter 1960-an
Pola:
1-4-3-2

---------------------------Sarti (kiper)
---------------------------Burgnich (A)
-----Picchi (B)-------Bedin-------Guarneri------- Facchetti (B)
--------------Jair (C)------Suarez (C)------Milani (C)
------------------Corso (D)------ Mazzola (D)

A: Burgnich berfungsi sebagai sweeper. Dia mengawasi dan menempel pemain paling berbahaya, juga menutup lubang pertahanan. Terkadang, dia muncul tiba-tiba untuk membantu serangan. Peran ini sering bergantian dengan Facchetti.
B: Picchi dan Facchetti sebagai aktif naik-turun membantu serangan dan pertahanan. Mereka punya lari yang cepat. Khusus Facchetti, dia juga punya naluri mencetak gol.
C: Tiga gelandang ini harus punya passing yang baik. Terutama umpan panjang yang akurat sebab catenaccio didominasi serangan balik yang cepat. Suarez paling ahli. Dia bahkan disebut otak permainan Inter. Umpannya akurat, pun punya naluri mencetak gol.
D: Corso dan Mazzola striker yang selalu siap menerima umpan panjang. Mereka cepat memburu bola dan menyelesaikannya menjadi gol.*

No comments:

Post a Comment