Blue Band [1936]
BLUE Band pertama kali diproduksi di
Batavia pada 1936. Blue Band juga menjadi produk makanan pertama yang
dihasilkan Van den Bergh NV, milik Unilever, gabungan perusahaan
margarin asal Belanda, Margarine Unie, dan pabrik sabun Lever Brothers
asal Inggris. ”Sejak pertama kali diluncurkan, Blue Band sudah menjadi
merek kuat yang memimpin pasar dengan kompetitor utama mentega dan
margarin impor, seperti Palmboom,” kata Agus Nugraha, Brand Manager Blue
Band PT Unilever Indonesia.
Permen Davos [1931]
SOEYATI Soekirman tak pernah luput
membawa Davos. Nenek 68 tahun warga Banyumas ini sudah puluhan tahun
menggemari permen itu. ”Orang-orang tua memang konsumen loyal kami,”
kata Nicodemus Hardi, Managing Director Operasional PT Slamet Langgeng,
produsen permen Davos. Permen ini dirintis oleh Siem Kie Djian pada 28
Desember 1931. Lokasi pabriknya tetap sama hingga kini: Jalan Ahmad Yani
67, Kelurahan Kandang Gampang, Purbalingga, Jawa Tengah. Perusahaan
dilanjutkan anaknya, Siem Tjong An. Enam tahun berikutnya, bisnis
diteruskan lagi ke anak dan menantu Tjong An: Toni Siswanto Hardi dan
Corrie Simadibrata. Kini perusahaan tersebut dipimpin oleh Budi Handojo
Hardi, generasi ketiga pendiri bisnis ini.
Wajik Week [1939]
SEMULA, pada 1939, Nyonya Ong Kiem
Lien hanya memasak kue untuk dijual ke tetangga. Ada wajik, onde-onde,
keripik tempe, rempeyek kacang, dan jadah (kue dari ketan dan kelapa
parut). Usaha ini dilanjutkan oleh anaknya, Ong Gwek Nio, yang kemudian
hanya berkonsentrasi pada wajik.
Siroop Tjap Buah Tjampolay [1936]
RASANJA sedap, baoenja wangi.
Itulah yang tertera dalam kemasan sirup Tjap Buah Tjampolay. Minuman
legendaris asal Cirebon ini pertama kali dibuat oleh Tan Tjek Tjiu pada
11 Juli 1936. Hingga kini kemasan dan labelnya tak berubah.
Sarang Sari [1934]
Botolnya hijau, mirip botol bir.
Tulisan dalam kemasannya tak berubah sejak 75 tahun lalu:
Limonadestroop. Sarang Sari, begitulah nama sirup berbotol serupa bir
itu, bertahan di tengah gempuran minuman berkarbonat. Cikal bakal sirup
ini dimulai dari De Wed Bijlsma, pengusaha asal Groningen, Belanda, yang
mendirikan NV Conservenbedrijf de Friesche Boerin pada 1934.
Ting-ting Jahe [1935]
NJOO Tjhay Kwee menunggang sepeda
pancal mengitari Pasuruan. Kala itu, tahun 1935, Njoo sedang merintis
usaha kembang gula Sin A di Pasuruan, Jawa Timur. Kisah ini dituturkan
Dyah Purwaningsih, General Manager PT Sindu Permata, perusahaan yang
memproduksi ting-ting jahe. Ayu adalah cucu Njoo alias generasi ketiga
pemilik perusahaan ini.
Tahu Yun Yi [1940]
DALAM bahasa Mandarin, yun yi artinya
bermanfaat atau beruntung. Perusahaan tahu yang didirikan pada 1940 itu
memang beruntung masih eksis hingga kini. Bisnis tahu Yun Yi dirintis
oleh Liauw Hon Tjan di Jalan Jenderal Sudirman Belakang 231, Bandung.
Pabrik tahu ini tak pernah berpindah hingga sekarang.
Teh Cap Botol [1940]
RIBUAN botol plastik hijau itu
bergerak dalam irama teratur di atas jalur roda berjalan. Lalu, plop,
plop, plop: letupan mesin memasangkan plastik kemasan ke satu per satu
botol yang berisi teh amat panas. Antrean lantas menjalar ke mesin
berikut yang memasangkan tutup botol. Dari sini jalur roda bergerak lagi
menuju pengemasan akhir. Maka jadilah teh botol merek Joy Tea Green,
yang siap dikirim ke jutaan konsumen di seluruh Indonesia serta
mancanegara.
B29 [1930]
PASAR Pagi Jakarta, akhir 1930-an.
Sekumpulan ibu-ibu yang sedang belanja di Toko Sewu Gunawan meriung
bicara soal sabun. Sabun Cap Tangan, produk Unilever—ketika itu
satu-satunya sabun cuci yang beredar di pasar—mendadak langka. Jikapun
ada, harganya mahal. Para ibu mengeluh: mereka tak bisa mencuci baju,
piring, bahkan mandi.
Dji Sam Soe [1913]
RUMAH kuno itu tak lagi berpenghuni.
Pagarnya tertutup seng. Ketika didatangi Tempo tiga pekan lalu, tampak
empat petugas bergantian menjaga rumah. Di rumah inilah Liem Seeng Tee,
pendiri HM Sampoerna, mengawali sejarah pada 1927.
Beralamat di Jalan Ngaglik, Surabaya,
rumah ini—selain menjadi tempat tinggal—dulunya berfungsi sebagai gudang
tembakau dan pabrik rokok. Selama lima tahun Seeng Tee menguji berbagai
campuran rempah dan cengkeh di rumah ini. Dji Sam Soe salah satu
produknya. Dari rumah ini pula Dji Sam Soe mulai diproduksi secara
masif.
Kopi Warung Tinggi [1878]
Beberapa kali berhenti berproduksi, tetap hidup berkat kepercayaan pelanggan. Dulu resep lisan, kini tersimpan di komputer.
BATAVIA, 1878. Restoran di tepian
Moolen Vliet Oost—kini Jalan Hayam Wuruk— Jakarta, itu berbeda dengan
bangunan lain di sekitarnya. Tampak lebih bagus, lebih besar, dan
tinggi. Masyarakat di tepian Ciliwung lalu menyebutnya Waroeng Tinggi.
Adalah Liaw Tek Soen, perantau asal Tiongkok, yang membangun warung itu
bersama istrinya.
Kecap Bango [1928]
Kemasan diremajakan, rasa dipertahankan, penetrasi pasar diperkuat. Jurus inovatif memperpanjang umur.
BANGO itu terbang tinggi. Dari jago
lokal, dia menjadi bintang di tingkat nasional. Bermula dari pojok
kampung di daerah Benteng, Tangerang, pada 1928, kini sang Bango mudah
dijumpai di toko kelontong di hampir seluruh penjuru Indonesia. Delapan
puluh satu tahun silam, suami-istri Tjoa Pit Boen (Yunus Kartadinata)
dan Tjoa Eng Nio mengawali cikal bakal Kecap Bango di rumah mereka di
Benteng. Sayang, jejak awal sudah amat samar. Napak tilas Tempo di
kawasan Benteng tak menemukan sarang pertama sang Bango.
BERJAM-jam sepatu berbahan kanvas itu
mengendap di ember penuh air. Basah kuyup, tapi tetap baik kondisinya.
Wilfried Tampubolon, pemilik sepatu itu, cuma bisa memandanginya dengan
kecewa. Pupus harapannya untuk mendapat sepatu baru. ”Dua tahun sepatu
saya tidak diganti, makanya sepatu itu sengaja saya rendam,” kata
Wilfried tertawa mengenang kenakalannya semasa kanak-kanak. Ibunya hanya
mau membelikan sepatu baru kalau sepatu lama sudah rusak.
Batik Oey Soe Tjoen (1925)
PEMBUATAN selembar batik Oey Soe Tjoen
bak ritual panjang. Awalnya, Muayah, pekerja di situ, menggoreskan
lilin pada motif daun. Ia lalu menyerahkan hasil kerjanya kepada sang
bos, Widianti Widjaja, yang lalu memeriksanya dengan teliti. Bila
dianggap oke, kain akan diambil alih pekerja lain. Ia meneruskan
pekerjaan untuk motif lain.
No comments:
Post a Comment