Yogyakarta - Pengarang buku ‘Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia’,
Harry A. Poeze, mengatakan hasil tes DNA terhadap sisa-sisa kerangka
manusia yang diduga kuat adalah bekas tubuh Tan Malaka akan keluar pada
Januari 2012.
Menurut keponakan Tan Malaka, Zulfikar
Kamarudin, hasil tes DNA kedua dari laboratorium di Korea rencananya
diumumkan ke publik pada bulan itu juga.
»Setahun lebih
saya menunggu-nunggu hasilnya. Saya di Indonesia hingga 20 hari
mendatang juga untuk melihat pengumumannya ke publik,” kata Poeze seusai
menjadi pembicara dalam bedah buku terbarunya ‘Madiun 1948, PKI
Bergerak’ di sekretariat Institute Research for Empowerment (IRE)
Yogyakarta pada Senin 19 Desember 2011.
Hasil tes DNA itu,
kata Harry, akan memastikan teka-teki lokasi eksekusi Tan Malaka dan
menjadi bukti kuat tesisnya yang menduga pengarang buku Madilog itu
dikuburkan di pemakaman sekitar Desa Selopanggung, Kediri.
Sebelumnya,
pada akhir 2009 lampau, hasil uji tes DNA yang dilakukan oleh tim
dokter dari Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia hanya menemukan 9 kecocokan dari 14
unsur yang semestinya positif sesuai dengan DNA keluarga Tan.
»Memang
sangat susah, isi makamnya hanya sisa-sisa kerangka, mirip debu. Hanya
terlihat ada debu membentuk posisi manusia terlentang dengan tangan
terikat ke belakang,” terang Poeze.
Harry mengaku memiliki
kesan khusus terhadap sejarah revolusi di Indonesia. Di sejarah
revolusi Indonesia, dia menemukan kiprah generasi paling idealis dari
bangsa Indonesia modern awal saat itu.
»Semua tokoh
pendiri bangsa ini adalah orang idealis. Tan, Soekarno, Hatta, Muso, dan
lainnya selalu tegas memilih prinsip politik, kalah atau menang tak
masalah,” kata Poeze.
Dia mencontohkan dalam buku
terbarunya, ada cerita ketegaran seorang Amir Syarifudin saat dieksekusi
oleh pasukan Siliwangi bersama 10 petinggi Partai Komunis Indonesia
pada 1948. »Sebelum ditembak dia menyeru ‘hidup kaum buruh, aku mati
untukmu’,” ungkap Poeze.
Menurutnya, semangat idealis
tokoh-tokoh revolusi kemerdekaan ini pantas menjadi teladan bagi
generasi bangsa Indonesia belakangan. Karena itu, ia beranggapan,
sebaiknya penulisan sejarah revolusi Indonesia, yang selama ini lebih
banyak melibatkan indonesianis asing, mulai diambil alih oleh peneliti
Indonesia sendiri.
»Sayangnya, banyak peneliti sini
(Indonesia) tak menguasai banyak bahasa, jadi sulit teliti dokumen yang
berbahasa Belanda, Jerman, Rusia dan lainnya. Apalagi, dana riset
minim,” keluhnya.
No comments:
Post a Comment